Tatkala Allah mengeluarkan Nabi Adam dan ibu Hawa
dari surga, timbul pertanyaan yang perlu direnungkan: apakah Allah menurunkan
mereka ke bumi sebagai hukuman karena melanggar laranganNya? Seandainya mereka
tidak memakan buah khuldi apakah mereka tetap dikeluarkan dari surga, tidak
diturunkan ke bumi?
Diturunkannya Nabi Adam dan istrinya ke bumi memang
karena pelanggaran itu, namun mereka turun ke bumi tidak membawa dosa, karena
Allah sudah menyambut taubat mereka (al baqarah 37). Semua nabi punya sifat
maksum, terjaga dari maksiyat. Adapun pelanggaran yang dilakukan nabi Adam,
tentu berbeda dengan maksiyat yang dilakukan selain nabi. Ada hikmah tasyri’
atau imtistal yang tersembunyi di balik itu semua. Dan diturunkannya Nabi Adam
karena pelanggaran ini juga berdasarkan skenario Allah. Allah telah menyiapkan
nabi adam dan anak cucunya sebagai kholifah di bumi (al Baqarah 30). Allah yang
Maha bijaksana tak mungkin serta merta mengusir nabi Adam tanpa berbuat
kesalahan. Kalau Nabi Adam tetap di surga, bagaimana beliau menjalankan tugas
kekholifahannya di bumi?
Informasi ini memancing pertanyan selanjutnya,
kalau Adam diciptakan untuk menghuni bumi lalu untuk apa Allah terlebih dahulu
menempatkannya di surga? Pertanyaan ini sangat sulit dijawab karena menyangkut
masalah metafisika. Sama sulitnya dengan menjawap pertanyaan untuk apa alam
diciptakan. Yang dapat kita lakukan hanyalah sebatas jangkauan akal kita,
mencari hikmah transitnya nabi Adam di surga. Secara sederhana dapat dikatakan
hal ini agar beliau berdua mendapatkan pengalaman hidup di surga, sehingga
ketika telah diturunkan ke dunia diharapkan dapat membangun bumi sebagaimana
yang mereka lihat di surga. Dr Qurays Sihab dalam bukunya membumikan Al quran
menyatakan bahwa melalui transit di surga diharapkan Adam dapat menciptakan
bayang-bayang surga di bumi ini dan bayang-bayang itulah yang dipandang sebagai
cita-cita social ajaran Islam. Dalam surat Thaaha 118-119 dijelaskan bahwa
orang yang tinggal di surga tidak akan kelaparan, telanjang dan tidak
kepanasan. Inilah simbolisasi dari sandang, pangan dan papan. Di surat lain
Allah menggambarkan kehidupan di surga itu penuh kedamaian, keharmonisan dan
tak ada dosa (56:66). Kehidupan di surga seperti inilah yang harus diwujudkan
di dunia sebagai tugas kekholifahan: memakmurkan bumi.
Selanjutnya tatkala Allah menjadikan Adam sebagai
kholifah di bumi, malaikat melancarkan protes: Qaaluu ataj’alu fiiha man
yufsidu fiihaa wa yasfiku ad dimaa’ wa nahnu nusabbihu bihamdika wa nuqaddisu
laka (Malaikat berkata: Apakah Engkau akan menciptakan di dunia orang yang akan
membuat kerusaskan di sana dan mengalirkan darah, sedangkan kami senantiasa
memuji dan mensucikan Engkau?) Allah menjawab: Qaala inni a’lamu maa laa
ta’lamuuna(Allah berkata; Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.)
Yang tidak diketahui para malaikat itu adalah
bahawa Adam mampu menyebut karakter/ rahasia nama-nama benda yang tidak mampu
dilakukuan para malaikat. Kemampuan manusia untuk menyebut karakter benda-benda
disekitarnya, menurut ahli tafsir sebagai simbolisasi dari anugrah Allah yang
diberikan kepada manusia sebagai makhluk yang memilki kemampuan untuk mengenali
lingkungan. Kemampuan berpikir inilah yang menyebabkan timbulnya ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Yang menarik dari jalan cerita yang dipaparkan
alQuran tadi adalah protes malaikat yang disertai dengan ucapan “Sedangkan kami
para malaikat ini selalu memuji dan mensucikan Engkau”. Menanggapi protes
malaikat ini seakan-akan Allah mengatakan bahwa untuk menjadi kholifah di muka
bumi ini tidak cukup hanya dengan bertasbih dan memujiKu, namun diperlukan
kemampuan yang lebih dari itu: IPTEK. Jadi dapat dikatakan bahwa modal utama
yang diberikan Allah kepada manusia adalah pengetahuan. Dan inilah yang dipertaruhkan
Allah di hadapan malaikat.
baca matematika dalam islam
BalasHapus